Minggu, 02 Desember 2012

PERPUSTAKAAN MASA PRA ISLAM


Batasan Masa dan Istilah
            Makna pra Islam di sini mengacu kepada masyarakat atau bangsa sebelum Islam, baik bangsa Arab kuno maupun bangsa Arab Jahiliyah sebelum munculnya agama Islam dan diutusnya Nabi Muhammad s.a.w. di Jazirah Arab. Bangsa-bangsa yang memiliki peradaban pertama di dunia, seperti Bangsa Sumeria, Babylonia dan Mesir kuno, merupakan bangsa Arab (Timur) yang telah berperadaban, yang dari peradaban mereka muncul dan berkembang ilmu pengetahuan atau pun teknologi dalam bentuknya yang masih sederhana. Peradaban telah membentuk struktur kehidupan lebih teratur, maju dan menetap, karena adanya aturan, penemuan melalui pengalaman atau eksperimen ataupun karena tuntutan sosial-budaya dan politik yang berkembang.
            Selain bangsa-bangsa kuno yang telah berperadaban seperti disebutkan di atas, masa pra Islam juga mencakup masa-masa sesudahnya, termasuk masa Jahiliyah. Meskipun ia berbeda dengan bangsa Arab kuno dalam hal peradaban dan kemajuannya, bangsa Arab Jahiliyah dapat dinilai juga dari sudut pandang proses awal munculnya kembali peradaban di Jazirah Arab pasca munculnya agama Islam yang disebar-luaskan oleh Nabi Muhammad s.a.w.
Secara historis, masa pra Islam muncul pasca perkembangan peradaban kuno di Iraq dan Mesir. Akan tetapi, hubugan itu cukup jauh jaraknya, mencapai ribuan tahun sebelumnya, sehingga dalam kaitannya dengan tradisi keilmuan tidak terdapat hubungan langsung. Di samping itu, masa Jahiliyah lebih tampak sebagai masa komunalisme dalam sistem sosial-politik paganisme dan ashabiyah. Dalam perbagai sumber, masa ini sering diidentikkan dengan barbarisme dari  moralitasnya dan primordialisme.
Pertanyaannya kemudian adalah  Bagaimana perpustakaan sebelum kelahiran Islam?

Perpustakaan Zaman Arab Kuno
Tidak banyak yang terungkap mengenai sejarah kepustakaan zaman Arab kuno masa kerajaan-kerajaan berperadaban tinggi seperti pada Kerajaan Sumeria, Babylonia dan Mesir yang disebutkan di atas. Namun hal ini bukan berarti tidak ada sama sekali. Perkembangan dan kemajuan peradaban pada kerajaan-kerajaan kuno tersebut dan ditemukannya beberapa cabang ilmu pengetahuan merupakan indikator yang dapat ditelusuri untuk menyingkap fenomena kepustakaan pada masa itu. Telah berkembangnya tradisi tulisan dalam bentuk apapun juga menjadi bagian dari fenomena yang dapat dihubungkan dengan kemunculan kepustakaan.
Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa pada masa Kerajaan Sumeria telah berkembang penulisan di atas lempengan tanah liat. Tulisan-tulisan di atas lempengan tanah tersebut meliputi arsip, dokumen, naskah dan catatan-catatan resmi lainnya. Cerita-cerita bangsa kuno, syair, syair dan tulisan-tulisan mengenai wahyu Tuhan atau catatan keagamaan juga ditulis di atas lempengan tanah liat tersebut.  Dikatakan bahwa terdapat sekitar tiga puluh ribu (30.000) tulisan dalam lempengan tanah liat yang tersimpan di Telloh, sebuah perpustakaan yang terletak di kota Kilsz. Selain Perpustakaan Telloh, konon terdapat pula perpustakaan yang lainnya di kota Oronibuar dan kota-kota yang lainnya.
            Kerajaan Babylonia yang hadir menggantikannya, karena mampu mengalahkan Kerajaan Sumeria, kemudian mengadopsi dan mengembangkan tulisan-tuisan di atas lempengan tanah liat tersebut. Demikian pula dengan perpustakaan-perpustakaan lainnya. Hal ini menjadi awal penanda bagi munculnya tradisi penulisan keilmuan sebagai cikal-bakal awal dalam tradisi kepustakaan. Meskipun masih sangat sederhana, dengan “teknologi tanah liat” mereka mampu memunculkan tulisan-tulisan yang berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.

 Apakah Pada Masa Pra Islam Belum Ada Tradisi Tulisan Sama-sekali?
Memahami tradisi penulisan masa pra Islam. Di samping itu, ia juga penting untuk memahami posisi dan kedudukan masa pra Islam dalam konteks kepustakaan Islam dan hubungan turath  masa pra Islam dengan masa Islam, khususnya dalam aspek kebudayaannya.
            Sebelumnya perlu dibagi terlebih dahulu masa pra Islam atau Jahiliyah ke dalam dua kategori, yaitu Arab Jahiliyah al-Ula (Arab Jahiliyah yang pertama) dan Arab Jahiliyah al-Thaniyah (Arab Jahiliyah yang kedua). Arab Jahiliyah yang pertama adalah zaman Arab kuno sebelum masehi (SM.), khususnya zaman kerajaan-kerajaan kuno,seperti beberapa kerajaan yang disebutkan dalam al-Qur’an; Kerajaan Saba, Kerajaan Sulaiman, dan kerajaan-kerajaan yang terdapat di wilayah Yaman, Arab Selatan. Sedangkan Jahiliyah yang kedua adalah zaman pra Islam menjelang kedatangan Islam di Jazirah Arab setelah masehi.  
            Masa pra Islam (Jahliiyah), pernah mengalami kejayaannya pada masa kerajaan-kerajaan Arab kuno, sebagiannya sezaman dengan para nabi dan rasul terdahulu sebelum Nabi Muhammad s.a.w. di beberapa wilayah di Jazirah Arab. Di semenanjung Jazirah Arab, kerajaan kuno itu terdapat di beberapa wilayah seperti Iraq (Babilonia) zaman Kerajaan Namrud, Yaman (Arab Selatan) zaman Kerajaan Saba, Ma’in, masa Kerajaan Bilqis, zaman Kerajaan Ramses di  masa Fir’aun dan Musa a.s., zaman Kerajaan Daud a.s. dan Sulaiman a.s., putranya. Pada umumnya tulisan-tulisan yang ada dari kerajaan-kerajan itu terdapat dalam bentuk inskripsi, prasasti dan sebagian kecilnya dokumen-dokumen yang masih tersisa. Nabi Sulaiman, sebagai utusan Tuhan sekaligus raja yang memiliki singgasana termegah di zamannya-dan sepanjang masa-dinyatakan dalam al-Qur’an menulis surat kepada Ratu Bilqis. Isi surat itu, seperti diungkapkan dalam al-qur’an cukup ringkas, yang artinya sebagai berikut,
“Bahwasannya surat ini dari (Raja) Sulaiman dan bahwasannya dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hendaklah kamu sekalian (Ratu Bilqis dan bala tentara kerajaannya) tidak berlaku sombong kepadaku dan datanglah kamu sekalian kepadaku dengan berserah diri (masuk Islam).”

            Secara implisit, surat ini menunjukkan bahwa pada masa Kerajaan Nabi Sulaiman dan Ratu Bilqis tradisi tulisan sudah ada dan berkembang. Demikian juga pada zaman Kerajaan Ramses atau Fir’aun di Mesir yang sezaman dengan Nabi Musa a.s. Konon pada zaman ini telah ditemukan inskripsi-inskripsi dan dokumen kuno mengenai bentuk penyembahan masyarakat Mesir dan kepercayaannya.  
Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab sudah mengenal kalender. Namun kalender yang dipergunakan adalah kalender campuran bulan-matahari. Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari. Praktek ini di dalam Alquran disebut an-nasiy. Dalam kalender ini, pergantian tahun selalu terjadi di penghujung musim panas (sekitar bulan September).
Akan tetapi, dalam kaitannya dengan pembagian masa Jahiliyah di atas, yang memiliki hubungan erat dengan tradisi masyarakat Arab pra Islam dalam pengertian masa Jahiliyah yang kedua adalah Arab Selatan, yaitu Kerajaan-kerajaan di Yaman pasca Kerajaan Saba. Kerajaan seperti Ma’in diyakini sebagai sebuah kerajaan di wilayah Arab Selatan setelah Kerajaan Saba, yang memiliki reputasi dan kejayaan dalam sejarah Arab pra Islam hingga menjelang abad ke-5 S.M. atau berbarengan dengan hancurnya bendungan Ma’arib di Yaman, Arab Selatan, yang menandai berakhirnya dominasi kekuasaan Kerajaan Arab Selatan, Yaman dan bermulanya sejarah Arab Utara. Eksodus besar-besaran dari masyarakat Yaman, Arab Selatan ke wilayah Arab Utara, Hijaz mengawali domunasi sejarah bangsa Arab pra Islam, dalam pengertian masa Arab Jahiliyah yang kedua. Dalam tradisi Islam, masa ini sering disebut pula sebagai masa fatrah, yaitu masa kosong atau tidak adanya wahyu antara pasca masa Nabi Isa al-Masih a.s. dengan masa kenabian Muhammad s.a.w. Bangsa Arab pada masa ini, baik Arab Selatan maupun Arab Utara merupakan wilayah yang berada di bawah koloni dua Kerajaan adi daya dunia saat itu; Kerajaan Romawi dan Persia. Kerajaan-kerajaan suku-suku arab yang berada di wilayah Arab Selatan, seperti Kerajaan Ghasan dan Tadmar pada umumnya berada di bawah koloni Kerajaan Romawi. Sedangkan kerajaan suku-suku Arab di wilayah Arab Utara menjadi koloni bagi Kerajaan Persia. Suku-suku Arab lainnya di luar kerajaan-kerajaan tersebut hidup secara bebas dalam sistem kesukuan atau qabilah di bawah kepemimpinan seorang kepala suku atau Syaikh al-Qabilah.
            Bangsa Arab pra Islam di wilayah Hijaz, Arab Utara, hidup dalam sistem kesukuan tersebut. Suku-suku Arab hadhar, seperti Suku Quraisy pada umumnya hidup secara maden (menetap) di wilayah-wilayah kota atau jantung kota yang dekat dengan sentra-sentra perekonomian, jalur perdagangan dan pusat peribadatan. Sementara suku-suku badwi (badui), pada umumnya hidup di pedalaman sahara secara nimaden (berpindah-pindah).      
     
Kesimpulan              
Kelahiran sebuah perpustakaan tidak terlepas dari sejarah manusia, karena pada dasarnya perpustakaan merupakan produk manusia. Dalam sejarahnya manusia pada awalnya hidup secara nomaden (berpindah-pindah) .Pada  perkembangan berikutnya manusia mulai hidup menetap dalam kehidupan ini manusia memperoleh pengalaman untuk memberi tanda pada sebuah batu, pohon, papan, lempengan serta benda lainnya kepada manusia lainnya untuk menyampaikan berita ke manusia lainnya. Tanda tersebut menjadi alat bagi mereka dalam berhubungan antara satu dengan yang lain dan. juga digunakan sebagai cantuman (record) mengenai apa yang dikatakan manusia maupun apa yang perlu diketahui seseorang. Hal ini akan dapat membantu daya ingat manusia karena mereka dapat melihat catatannya pada benda-benda tersebut diatas pesan dalam berbagai pahatan serta dapat diteruskan ke generasi berikutnya.
Kegiatan memberi tanda pada berbagai benda yang dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya dianggap awal tumbuhnya perpustakaan dalam bentuk yang sangat sederhana pada masa perpustakaan sebelum islam.
      

Daftar Pustaka

di akses pada tanggal 8 November 2012, pukul 9:00 wib.

Nurul Hak, Sejarah Perpustakaan Islam.
Handout mata kuliah sejarah kepustakawanan
 dalam konteks Islam.